Laman

Selamat Datang...

Berbagi isi hati dan pemikiran...
Berbagi asa untuk mencapainya bersama untuk sebuah kemajuan...

Jumat, 24 April 2009

Islam dan Perkembangan Masa Hidup Manusia

Intensive Class 2
Tema: Tahap-tahap Perkembangan Menurut Psikologi Islami
Jumat, 3 April 2009

Menindaklanjuti pertemuan IC yang pertama mengenai perbedaan antara psikologi barat dengan psikologi islami, pembahasan mengenai tahap-tahap perkembangan manusia menjadi topik yang sangat menarik. Kedua teori yang memiliki pandangan yang cukup berbeda mengenai manusia, meneorikan tahap-tahap perkembangan manusia dengan cara yang berbeda pula, terutama dalam hal tugas-tugas perkembangan.
Sebelum melanjutkan pembahasan kita, mari kita lihat kembali perbedaan kedua psikologi dan implikasinya pada teori tentang perkembangan manusia.

Psikologi Barat
Psikologi Islami
Sumber
Filsafat-filsafat manusia
Al Quran
Implikasi
1.
Spekulasi tentang konsep manusia
Konsep manusia menurut Allah Yang Maha Mengenal Manusia
Implikasi
2.
Konsep manusia berubah-ubah menurut tuntutan zaman
Konsep manusia berserta apa yang menjadi tugas hidupnya tidak berubah sampai akhir zaman.
Implikasi
3.
Bagaimana kita memperlakukan manusia.
Bagaimana kita memperlakukan manusia.
Sumber ilmu dan pemahaman yang salah mengenai manusia dapat berakibat pada perlakuan yang salah pada manusia. Hal ini tentu tidak kita inginkan. Maka, sebagai muslim, hendaknya kita mengetahui bagaimana perkembangan hidup kita berdasarkan apa yang Allah Kehendaki, yaitu sebagai hamba-Nya dan khalifah-Nya di bumi.
Secara umum, perkembangan hidup manusia digambarkan dalam QS Ar Ruum ayat 54, yang artinya:
Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) danberuban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagiMaha Kuasa.
Manusia hidup dengan memikul tanggung jawab kepada Allah, Tuhannya. Berhubungan dengan tanggung jawab yang dimilikinya sebagai hamba Allah dan khalifah di bumi, manusia memiliki tiga fase perkembangan yang penting, yaitu:
Fase Tamyis (Usia 7 – 10 tahun)
Fase Amrad (Usia 10 – 12 tahun)
Fase Taklif (Usia 15 – 20 tahun)

Fase Tamyis
Usia 7 – 10 tahun, seorang manusia berada pada periode anak-anak. Pada usia ini, perkembangan kognitif anak sudah memasuki tahap dimana ia dapat melakukan operasi dan penalaran logis mengenai suatu hal dan menurut pendapat Erikson pada tahap ini anak-anak mulai telibat dengan pengalaman-pengalaman baru yang kaya dan banyak mengarahkan energi untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan intelektual (Santrock, 2002).
Ini merupakan fase di mana anak sudah cukup siap untuk mempelajari ilmu-ilmu hukum. Sehingga ia mampu menempatkan dirinya dalam menjalin hubungan dengan Tuhannya yang dimanifestasikan dalam penerapan hukum-hukum ibadah, sudah memiliki kemampuan untuk membedakan antara yang baik dan buruk, antara yang salah dan benar, yang prinsip (ushul) dan cabang (furu’), antara prioritas dan bukan prioritas melalui kemampuan akalnya. Fase ini anak harus sudah mampu melakukan ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah. Fase ini merupakan fase persiapan manusia dalam menjadi ‘abdullah (hamba Allah) sejati.
Pada fase inilah anak misalnya belajar melaksanakan shalat dan dapat dihukum jika melanggarnya. Anak dapat menerima hukuman sebagai konsekuensi atas tindakannya yang salah dan wujud tanggung jawab atas perbuatannya.

Fase Amrad
Merupakan fase di mana individu mempersiapkan dirinya untuk menjadi khalifah Allah. Fase amrad merupakan awal masa remaja pada kehidupan manusia. Seorang remaja merupakan sosok yang sudah mampu menyebarkan kebaikan dan menghindarkan kemungkaran. Untuk itu, remaja diharapkan sudah siap untuk diajak berkenalan dengan masalah-masalah sosial manusia dengan merasakannya langsung.
Remaja sudah seharusnya memiliki kesadaran akan tanggung jawabnya terhadap semua makhluk, mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat bagi umat, memiliki kemampuan untuk mengenali, memahami dan mampu mengembangkan serta mengendalikan potensi dirinya, dan lebih mendekatkan diri pada Allah.

Fase Taklif
Fase taklif merupakan masa kedewasaan sebagai manusia, berbeda dengan psikologi barat yang masih memandang usia 15 – 20 adalah masa remaja. Pada fase ini seseorang seseorang sudah menjadi dewasa karena keadaan fisik dan psikisnya sudah berbeda dengan anak-anak dan telah terkena pembebanan (taklif). Sebagai mukallaf, maka ia dituntut untuk mampu bertanggung jawab atas diri dan lingkungannya, terutama tanggung jawab agama dan sosial. Seseorang pada fase ini sudah memahami makna beban (taklif), baik yang merupakan dasar, jenis dan prosedur atau tata cara pelaksanaan sebuah kewajiban.
Dalam masa ini individu telah pantas untuk bekerja dan menikah. Sebagaimana dalam sejarah hidup Nabi Muhammad, Nabi Muhammad telah dapat menghidupi dirinya sendiri, ikut dalam peperangan, dan menikah pada fase ini. Hal ini menunjukkan bahwa manusia sesungguhnya mampu mencapai perkembangan lebih awal dan bahwa identitas dewasa dapat diberikan pada fase ini.
Pandangan ini berbeda dengan yang selama ini kita yakini dalam psikologi bahwa remaja adalah masa pencarian jati diri sehingga sangat dikenal sebagai masa storm-and-stress, masa bersenang-senang, masa banyak masalah dan tekanan, masa kebingungan antara ingin menjadi dewasa, tetapi belum meninggalkan masa anak-anak, dan sebagainya.
Keyakinan-keyakinan yang demikian menunjukkan bahwa masa remaja masih sangat individual, masih memikirkan dirinya sendiri, padahal ia sebenarnya telah sanggup menerima tanggung jawab yang lebih besar. Secara fisik ia memang masih muda, tetapi secara psikis, mental dan spiritual ia dapat berkembang luar biasa. Sebagai contoh, para alim ulama pada masa yang lalu banyak diketahui memiliki masa remaja yang luar biasa produktif, jauh berbeda dangan remaa masa kini.

Pandangan mengenai bagaimana seharusnya manusia berkembang berdampak pada bagaimana pendidikan yang layak bagi diri anak dan remaja. Pendidikan penting sebagai bekal masa depan sesorang. Mengingat kewajiban utama manusia adalah sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya di bumi, pendidikan seharusnya menjadi wadah yang dapat memfasilitasi tercapainya tujuan ini. Pendidikan seharusnya tidak hanya membidik masalah-masalah fisik keduniaan, tetapi juga berorientasi bagaimana agar seseorang dapat menjalankan kewajibannya terhadap Tuhan. Pengetahuan mengenai perkembangan manusia berdasarkan apa yang agama kita, Islam inginkan penting untuk diteliti lebih lanjut. Lewat pendidikan dan pengasuhan yang tepat akan tercipta generasi-generasi Islam yang gemilang.

By Dept 2 Kesppi

Ironi Dunia (yang Katanya) Hijau


Selamat Hari Bumi, 22 April 2009!!!
Benar-benar tidak pantas jika kita mengucapkannya dengan nada seperti memberi ucapan selamat ulang tahun. Yang jelas, bumi semakin tua, tidak bisa kembali muda. Kerut-kerut di wajahnya semakin banyak, antiaging apa yang mau kita pakai?
Saya tidak tahu hari bumi adalah tanggal 22 April sampai saya membaca koran pada tanggal itu. Terdapat kampanye menarik dari suatu produk yang kalimat yang masih saya ingat adalah… Plant more… alias tanam tanaman lebih banyak lagi. Saya jadi ingin terkikik-kikik melihat kenyataan hidup saya sendiri sebagai mahasiswa di salah satu universitas yang juga mengkampanyekan “Hijau”.
Apakah “Hijau” selalu diartikan dengan tanaman dan segala sesuatu yang berhubungan dengan itu? Sebenarnya tidak, jika kita benar-benar berorientasi untuk menjaga bumi. Apakah ini adalah kekeliruan? Entah kenapa, sepertinya semua orang beranggapan bahwa pemanasan global dapat dicegah dengan menanam pohon. Ini sedikit salah berpikir.
Satu hal yang membuat saya semangat masuk kuliah pada awalnya adalah menanti program universitas “satu tim, satu pohon”, itu lho… gerakan menanam pohon dan menyerahkan tanggung jawab satu pohon untuk dijaga dengan baik oleh tim yang berisi tiga orang mahasiswa. Saya membayangkan setiap hari menyirami pohon yang masih kecil itu, menjaganya sampai besar sehingga mungkin pohon itu boleh dinamai pohon “A”. Katanya program itu dijalankan di musim hujan nanti. Sekarang sudah berlalu dua musim hujan, semua orang tampaknya sudah lupa… Sudahlah.
Menyaksikan pemandangan, seperti yang ada pada foto di atas, membuat saya bertanya-tanya, “Buat apa pohon itu ditanam jika hari ini ia ditebang beramai-ramai begitu?” Tidak hanya di kampus, tetapi di jalan-jalan besar, banyak pohon yang ditebang. Saya langsung mengkaitkan fenomena ini dengan kebutuhan bahan bakar yang saat ini sangat penting. Banyak masyarakat yang tidak bisa beli gas, mereka memakai kayu lagi. Saya juga langsung mengkaitkan fenomena ini dengan “strange illegal logging” (istilah ini buatan sendiri) mengingat hutan Indonesia yang sekarat. Para pemburu kayu itu tidak hanya mencari kayu di hutan, tetapi juga di pinggir-pinggir jalan raya. Mencari-cari pohon-pohon di pinggir jalan yang lumayan… Tapi ini hanya pemikiran bodoh seorang mahasiswa, lho.
Kampus di mana saya berkuliah terkenal karena kemewahannya (ke-mepetsawah-annya). Sering jadi bahan lelucon dan kami para mahasiswa tertawa karenanya. Kampus saya dekat sekali dengan pemukiman warga petani. Setiap hari ada ternak yang kami lihat, seperti sapi dan kambing, di lahan kosong yang rencananya akan dibangun gedung baru. Ternak-ternak ini juga jadi bahan lelucon. Coba saja ketika kuliah dan kau mendengar suara lenguhan sapi. Seisi kelas bisa tertawa plus dosennya.
Ada keasrian yang saya saksikan setiap hari, terutama di musim hujan. Sawah dan rerumputan jadi hijau, ada bunyi air yang mengalir di selokan-selokan, dan yang menakjubkan ada sekawanan burung kuntul yang mampir ke kampus kami. Mereka berterbangan, saya seperti sedang menyaksikan film dokumenter “Wild Wild World”. Indah sekali, tatapi itu pemandangan tahun lalu…
Tahun ini lahan kosong tadi mulai dibangun. Yang saya lihat setiap hari adalah alat-alat berat, besik-besi dan orang-orang berhelm. Ke mana burung-burung itu pergi? Tak ada yang mencari tahu.
Kembali pada pohon, penghijauan di kampusku memang baru-baru saja, tetapi ada bagian di mana pepohonannya sudah cukup rindang. Akhir-akhir ini, pada hari-hari tertentu saya menyempatkan diri menikmati berjalan di bawah pohon-pohon itu di perjalanan ke atau dari kampus. Pada siang hari yang terik, berjalandi bawah pepohonan memang menakjubkan. Langit yang berwarna biru menjadi semakin indah terlihat di sela-sela dedauanan.


Hanya saja saya sedikit prihatin, tidak banyak orang yang benar-benar menyempatkan diri untuk “menyegarkan” diri dengan berjalan-jalan di bawah pepohonan. Saya jadi bertanya-tanya, “Buat apa menanam pohon?” Selama ini, hijau itu sendiri tidak bisa kita nikmati. Apakah karena kita hanya tahu fungsi pohon adalah penghasil O2 dan mencegah pemananasan global? Semakin saya perhatikan, saya semakin tahu kenapa di kampus saya nyaris “tidak ada” trotoar. Trotoar akan menjadi tempat hidup rumput jika manusia tidak berjalan di atasnya. Di kampus, tidak ada orang yang benar-benar menggunakan trotoar sebagai wilayah bagi pedestrian.
Hampir semua mahasiswa memiliki kendaraan bermotor, itulah kenyataan saat ini. Saya mengamati dua tahun menjadi bagian dari Penerimaan Mahasiswa Baru di kampus dan mengetahui betapa berbedanya presentasi pengguna motor antara tahun lalu dan tahun ini. Dahulu, tak banyak mahasiswa yang membawa motor, tetapi sekarang jumlah motor begitu banyaknya sehingga semakin dibutuhkan tempat khusus untuk mengakomodasi motor-motor itu.
Hal lain yang mengusik hati saya adalah penggunaan AC, air, dan listrik di kampus. Saya tidak tahu apa makna “Hemat Listrik” pada sebagian orang. Apakah hanya sekadar dimengerti sebagai alasan ekonomis, atau berpikir jauh ke depan untuk bumi?
Dimulai dari AC. AC layak dipakai seoptimal mungkin di waktu kuliah, sayangnya tidak ada yang bertanggung jawab pada AC ketika kuliah berakhir. Ketika kelas kosong, kebanyakan AC masih menyala dengan suhu yang luar biasa: 18°C. Tidak tahukan teman-teman mahasiswa kontribusi AC dalam peningkatan pemanasan global? Kenapa tidak ada yang sedikit merepotkan diri mematikan AC ketika yang kuliah berakhir atau ketika kelas hanya dipakai beberapa orang saja? Apakah karena kita masih memandang AC sebagai pemuas kebutuhan fisik saja?
Kemudian air, di mushola dan di kamar mandi. Ada saja orang yang tidak peduli pada keran-keran yang terbuka padahal tidak digunakan. Ternyata tidak banyak orang yang terusik oleh suara air yang mengalir. Betapa borosnya, air disia-siakan mengalir tanpa dimanfaatkan. Tidak banyak orang pula yang peduli pada air kamar mandi yang telah penuh. Ketika masuk kamar mandi, tujuan kita adalah keluar dari kamar mandi dan lupa bagaimana keadaan kamar mandi yang kita tinggalkan. Mengenai wudhu, ada saja orang-orang yang berlama-lama dalam wudhunya, atau membuka keran secara penuh untuk mengalirkan air. Perlu diketahui, satu gayung saja sudah mencukupi kebutuhan kita untuk berwudhu. Kalau begitu, ketika berwudhu, bukankah bisa membuka keran hanya setengahnya, tidak usah lebar-lebar?
Listrik. Banyak juga yang lupa kalau listrik itu dibeli dengan uang. Sama seperti kasus AC, banyak yang lupa mematikan lampu ketika kuliah usai. Kelas terang benderang padahal tidak ada siapa-siapa di dalamnya.
Ayo, teman, bagaimana kita menyelamatkan bumi? Ternyata yang membuat pemanasan global adalah diri kita sendiri lewat kebiasaan-kebiasaan hidup kita yang mengerikan. Kalau begini, ayo kita deklarasikan diri kita sebagai “Green Agent” atau “Agen Hijau”.
Agen hijau adalah agen pengingat hemat listrik, pengingat pemanasan global pada orang-orang yang belum paham, pembunuh AC dan lampu ketika tidak digunakan, penutup kran air ketika kran air itu terbuka tanpa digunakan, dan mencintai vegetasi-vegetasi yang ditanam di kampus.
Bumi tidak hijau lagi karena manusia, tetapi bumi masih bisa hijau lagi karena manusia. Tinggal bagaimanakan komitmen kita?

Ketika Kita Memandang Masa Depan


Ketika kita memandang masa depan
apakah semua orang pantas kita kenal?

Suatu kenyataan yang menyesakkan
akan ada waktunya
untuk pura-pura buta
untuk pura-pura tuli
dan untuk pura-pura tak berhati.

Apakah benar?
suatu saat nanti akan ada
orang-orang yang kita lupakan
orang-orang yang terlupakan
orang-orang yang kita ingat
dan orang-orang yang teringat sampai mati.

Jika benar,
siapa saja mereka?
akan kucari tahu
sampai ujung dunia.

22 April 2009

Ada nasihat dari sebuah buku tentang pengembangan diri yang intinya: Jadilah tuli di hadapan orang-orang tertentu, yaitu orang-orang yang hobinya mengomentari negatif cita-cita kita. Orang-orang ini tak perlu didengarkan alias jadilah tuli untuk sementara waktu.
Ada pula orang yang kita temui menghabiskan waktu bersenang-senang dan mengomentari keseriusan kita. Untuk orang semacam ini sepertinya lebih baik kita berpura-pura tidak melihat mereka dan apa yang mereka lakukan.
Pernahkah juga mendengar nasihat soal hati-hati mencari teman? Tidak ada yang meragukan keampuhan nasihat ini, mengingat bahwa manusia memang dibentuk oleh lingkungannya dan dipengaruhi dengan siapa ia bergaul. Kepribadian manusia dibentuk salah satunya oleh dengan siapa ia hidup. Masa depan manusia pun dipengaruhi dengan siapa ia menjalani hidup. Pertanyaannya adalah siapakah significant other dalam hidup kita? Significant other adalah tokoh utama dalam riwayat hidup kita selain diri kita sendiri. Jika riwayat hidup kita dibukukan, maka mungkin mereka adalah orang-orang yang kita sebutkan dalam lembar ucapan terima kasih. Tidak hanya berterima kasih pada mereka, kita juga bersyukur pada Tuhan karena dengan izin-Nya-lah kita bertemu dengan significant other kita.
Hanya saja, siapakah mereka?

Manusia yang paling baik adalah yang bermanfaat bagi sesamanya, begitu kata salah satu hadist Nabi. Bermanfaat atau tidaknya sesuatu mengundang diri kita untuk memberi penilaian berharga atau tidak sesuatu tersebut. Terhadap sesuatu yang berharga kita akan menjaganya baik-baik, namun terhadap sesuatu yang kita anggap tidak bernilai, hilang pun kita tak peduli. Jika yang berharga itu hilang, maka kita akan mengingatnya terus, tetapi jika yang hilang adalah yang tak bernilai itu, kita bahkan bisa saja lupa apakah pernah bertemu dengan barang yang tak berharga itu.
Begitulah nasib sebagian orang dan sebagian orang yang lain dalam hidup kita. Begitu banyak orang yang hadir dan pergi dalam hidup kita atau mereka hanya berlalu-lalang di hadapan kita tanpa pernah kita kenal atau kita sapa atau dalam kesempatan yang lain mereka berinteraksi dengan kita, tetapi dengan menginjak kaki kita sehingga kita kesakitan. Mereka adalah orang yang benar-benar terlupakan dan yang ingin kita lupakan. Betapa buruknya nasib orang itu dalam kisah hidup kita.
Selain mereka yang bernasib buruk, ada pula yang bernasib cukup baik, yaitu orang-orang yang kita ingat karena peran mereka dalam hidup kita. Mereka memberi kita pelajaran hidup baik dari kisah indah dan kebaikan hati mereka maupun kisah sedih dan air mata yang kita alami karena mereka. Tetapi yang sama dan terpenting, kita mendapatkan pengalaman hidup yang membuat kita memperbaiki diri.
Dalam biografi hidupnya, Andersen, pujangga besar dari Denmark dikisahkan pernah berniat membunuh dirinya sendiri dengan menenggelamkan diri ke danau. Peristiwa itu terjadi ketika ia tengah berputus asa karena kesulitan hidupnya pada masa awal hidup merantau ke kota Copenhagen. Ia telah berada di danau, tepat sebelum ia melompat, di danau muncul bayangan wajah nenek yang sangat ia sayangi. Ia mengurungkan niatnya bunuh diri dan memutuskan untuk bertahan. Sampai hari ini namanya masih bertahan dan menginspirasi jutaan anak di seluruh dunia karena dongeng-dongeng yang ia ciptakan.
Siapakah orang, seperti nenek bagi seorang Andersen, dalam hidup kita. Ia kita ingat sampai akhir hayat kita. Ia tentu adalah orang yang paling berharga dalam hidup kita. Karena mereka kita bertahan untuk mencapai cita-cita, bertahan tidak jatuh, bertahan untuk tidak melakukan hal-hal bodoh. Mereka menginspirasi hidup kita, membuat kita ingin seperti mereka.
Ketika kita memandang masa depan, bukankah tidak semua orang pantas kita kenal? Ketika kita memandang masa depan, pikirkanlah langkah kita hari ini, apakah ia membawa kita kepada orang-orang hebat atau kepada orang yang menjadi akan bermasalah dalam hidup? Teman dan sahabat bukan sosok yang datang tiba-tiba. Mereka kita cari dengan sungguh-sungguh karena mereka adalah bagian bari strategi hidup kita.
Ketika kita memandang masa depan, akan ada orang-orang yang demi kebaikan kita tidak perlu kita ketahui, kita kenal dan kita dengarkan. Tak perlu pula kita tertarik pada mereka untuk mengikatkan diri kecuali untuk tetap mengambil pelajaran dari hidup mereka yang menurut kita, tragis.