Laman

Selamat Datang...

Berbagi isi hati dan pemikiran...
Berbagi asa untuk mencapainya bersama untuk sebuah kemajuan...

Senin, 29 Juni 2009

Indahnya Hidup dalam Komunitasmu


Sejauh mana kita menghargai di mana kita berada?

Tulisan berikut ini adalah kenang-kenangan dari kelas terakhir Psikologi Komunitas yang saya ikuti semester ini. Apa yang dikatakan dosen saya membekas dengan cara yang unik.

Perdebatan hari itu cukup menarik. Kelas terakhir Psikologi Komunitas memang agak kacau dalam ruang yang sempit. AC yang menyala tidak mendinginkan ruangan, sementara kipas angin yang ada di atas kami berputar dengan bunyi yang menakutkan. Fokus kami adalah menyelesaikan diskusi tiga kelompok, dan saya ada di salah satu kelompok itu. Yang paling seru adalah ketika kami membahas tentang motif-motif mengapa seseorang memberi. Kesimpulanku di akhir kuliah: Allah Mahakaya. Benar bukan? Ketika kita melakukan ”perniagaan” dengan Allah, kita tidak akan pernah merugi. Allah akan membalas berlipat-lipat kali keikhlasan dalam pemberian kita. Ketika kita menolong agama Allah, Allah-lah yang akan menolong kita dengan malaikat-malaikat-Nya.

Mengutamakan ”perniagaan” dengan Allah mungkin akan membuat kita mengorbankan kepentingan-kepentingan duniawi kita. Ketika kita berpikir lebih jauh tentang akhirat kita, tampaknya, kita benar-benar harus memegang teguh prinsip: tidak menjual diri, tidak menjual agama. Tidak menjual diri dan agama demi keuntungan duniawi semata. Tampak berat, tetapi sangat pantas untuk diperjuangkan bagi seorang muslim.

Apa hubungannya dengan ”hidup dalam komunitas”?

Mudahnya, kita mengartikan komunitas sebagai sekelompok orang yang hidup dan saling berinteraksi dalam suatu daerah tertentu. Batasan yang rigid, batasan wilayah, tampak tidak tempat lagi bagi kita yang hidup di mana dunia seoah-olah tanpa batas ruang dan waktu ini lagi. Yang mungkin sama sepanjang waktu adalah kesamaan itu sendiri. Apa yang membuat kita sama dan kita menyadarinya bersama akan hak dan kewajiban kita di dalamnya, itulah komunitas.

Bila kita menggunakannya untuk memaknai apakah komunitas muslim itu, maka apakah masih relevan jika kita membatasi siapa diri kita sebagai muslim Indonesia, Malaysia, Amerika atau muslim dari Timur Tengah? Keuniversalan pengakuan tiada tuhan selain Allah dan Muhammad rasul-Nya adalah pengikat kita sepanjang masa tanpa ada batas ruang dan waktu. Karena sepanjang masa pengakuan itu tidak akan pernah berubah.

Sejauh mana kita menghargai di mana kita berada?

Sepanjang kita mempelajari bahwa manusia adalah baik makhluk individual maupun makhluk sosial, sering sekali kita mendapatkan pengetahuan tentang hanya seputar pemenuhan kebutuhan. Manusia memiliki kebutuhan yang tidak bisa ia penuhi sendirian, dia butuh manusia yang lain. Kemudian, kita akan mudah mengasosiasikannya dengan kebutuhan materi duniawi di mana sebagai manusia, kita harus bekerja sama. Kemudian juga kita semakin memahami kebutuhan sosial psikologis duniawi di mana kita sebagai manusia juga harus saling memberi dan karena itulah kita menerima.

Nah, bagaimana dengan kebutuhan akhirat kita? Bukankah itu juga kebutuhan?

Apakah keagamaan seseorang adalah benar-benar urusan pribadi orang itu? Prinsip sekuler yang banyak dianut manusia zaman ini, sekalipun ia memiliki agama, benar-benar menjadi bumerang bagi diri manusia itu sendiri. Prinsip itu mengingkari hukum perilaku yang dirumuskan sendiri oleh para pemikir psikologi zaman ini. Ketika kita meyakini dunia tempat tinggal kita sebagai suatu sistem raksasa, bukankah sesederhana apapun perilaku beragama kita akan mempengaruhi sistem tersebut. Bukankah perilaku kurang terpuji kita yang kita bela-bela sebagai hak kita sebagai individu akan mempengaruhi juga sistem di mana kita berada?

Karena itulah sebagai muslim, kehidupan adalah sesuatu yang terpadu di mana agama adalah penopang hidup komunitas atau masyarakat yang lebih besar. Selebihnya pula, cahaya Islam tidak hanya bagi penganutnya, tetapi juga mereka yang tidak meyakini Islam. Islam adalah rahmat bagi seluruh alam.

Ketika kita benar-benar menyadari pentingnya kebutuhan akhirat bahkan lebih besar daripada kebutuhan dunia, komunitas di mana kita berada adalah kekuatan yang besar bagi diri kita untuk memenuhi kebutuhan itu. Tetapi kekuatan itu tidak lepas dari sejauh mana kita memahami apa peran kita, apa kewajiban dan hak kita dalam komunitas sebagai muslim.

Dari sinilah kita berbagi beberapa ayat Al Quran yang mungkin dapat menentramkan hati kita bersama.

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Al Imran (3) ayat 110)

Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (QS Al Balad (90) ayat 12). Dan dia termasuk orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang (ayat 17).

Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nesihati-menasihati sepaya menetapi kesabaran (QS Al ”Ashr (103) ayat 2 dan 3).

Demikianlah yang seharusnya kita lakukan dalam komunitas, terutama komunitas muslim kita. Beriman kepada Allah ternyata tidak cukup hanya beriman dan mengerjakan amal saleh bagi diri sendiri, tetapi kita juga hendaknya mau menyuruh kepada yang makruf (benar) dan mencegah dari yang munkar (salah), mau saling menasihat-menasihati untuk bersabar, berkasih sayang dan menaati kebenaran. Untuk tidak menukar dunia dengan akhirat, untuk tidak menjual diri dan menjual agama, kita sangat membutuhkan dukungan dari manusia yang lain. Ada kalanya kita khilaf, tetapi siapa yang akan menolong kita kecuali saudara-saudara kita, yang karena izin Allah, menyadarkan kita lewat nasihat-nasihatnya?

Sejauh mana kita menghargai di mana kita berada? Di mana kita berada bersama saudara-saudara kita sesama muslim, yang juga mengakui syahadat yang sama? Apakah kita sama halnya orang-orang yang melewati suatu jalan tanpa bertegur sapa ”satu kata” saja, yang memandang orang lain sebagai ”orang lain”? Jika begitu, sungguh kita sudah tenggelam dalam lumpur individualitas (juga sekuler, mungkin) yang menjijikkan.

Doa kita bersama, Ya Allah, kuatkanlah hati saudara-saudara kita yang berada jauh dari saudara-saudara muslimnya. Baik yang jauh karena jarak, maupun jauh karena sesuatu di dalam hatinya...

Kamis, 04 Juni 2009

Tentang Sebuah Cita-Cita


Kita adalah Penguasa bagi Diri Kita Sendiri
 Ada kalanya kita harus menulikan telinga kita terhadap orang-orang yang berbisik-bisik di pojok ruangan atau di belakang kita. Benar, kita harus menulikan telinga kita demi cita-cita kita yang dipermasalahkan oleh orang lain. Kita harus menulikan telinga kita atas apa yang orang katakan sebagai realita. Realita itu bagi mereka dan tidak bagi kita. Bagi kita realita bukanlah hal yang sama sepanjang waktu. Realita akan berganti. Setelah gelap akan terbit terang, setelah sulit akan menjadi mudah. Realita akan berubah dengan usaha oleh tangan kita. Karena kita adalah raja dalam kehidupan kita sendiri, bukan orang yang berbisik-bisik itu...
 Salah satu lagu favorit saya adalah “Queen of Hollywood”-nya The Corrs. Lirik favorit saya ini:
She drove a long way through the night
From an urban neighborhood
She left her mother in a fight
For a dream misunderstood
And her friends they talk on corners
They could never comprehend
...
But there was always something different
In the way she held a stare
...
She's never gonna be like the one before
She read it in her stars that there's something more
No matter what it takes, no matter how she breaks
She'll be the Queen of Hollywood
...
And the cynics they will wonder
What's the difference with this dream
And the dreams of countless others
...
She'll be the Queen of Hollywood
She's believing in a dream
...
She'll be the Queen of Hollywood
No she's never gonna be like the one before
She read it in her stars that there's something more
No matter what it takes and even though she breaks
She'll be the Queen of Hollywood
She's the Queen of Hollywood...
Queen of Hollywood, and
Her friends still talk On Corners


 Apa makna menjadi seorang raja atau ratu selain keduanya adalah orang yang memiliki kekuasaan yang besar? Jika kita adalah raja atau ratu dalam kehidupan kita sendiri, maka kita berkuasa untuk mengendalikan hidup kita, mengarahkan ke mana diri kita akan melangkah, dan juga kita bertanggung jawab atas setiap keputusan kita. Ketika kita sudah memutuskan apa yang akan kita raih, kita berkuasa penuh atas segala keputusan untuk mencapai keinginan itu. Apakah kita masih membiarkan diri kita dipengaruhi omongan orang yang menyangsikan impian-impian kita? Inilah saatnya kita bangga pada diri kita. Tidak banyak orang yang sudah menetapkan bagaimanakah dirinya di masa depan nanti dan berusaha mencapainya.

Menjadi Bahagia adalah Pilihan
 Kegagalan adalah kemungkinan yang lain di samping suatu keberhasilan. Kegagalan pernah dialami semua orang. Beberapa kegagalan kita rasakan sebagai ringan, biasa saja atau bahkan sangat berat. Karena kegagalan, beberapa orang dapat meraih keberhasilan, beberapa orang yang lain tidak dan terpuruk karenanya. Tetapi, mengapa bisa terjadi perbedaan yang demikian? 
  Jawabannya adalah persepsi kita atas kegagalan tersebut, bagaimana kita memaknai kegagalan tersebut, apa yang kita pikirkan tentang kegagalan itu. Apakah kita memikirkan kegagalan sebagai suatu musibah, indikator diri tidak berguna atau indikator diri tidak pantas mendapatkan apa yang diinginkan? Atau kita memikirkan kegagalan sebagai tantangan untuk menaklukan kelemahan diri, kegagalan adalah sumber kebijaksanaan, dan kegagalan adalah sarana kita lebih mengenali kekurangan diri? 
 Berpikir, positif maupun negatif, terhadap kegagalan, kesulitan dan tuntutan-tuntutan hidup adalah pilihan. Itulah yang terjadi pada orang-orang yang berhasil sukses. Mereka mempersepsikan positif hal-hal negatif sebagai ujian pengembangan diri, mereka mengendalikan pikiran mereka dan tidak membiarkan diri mereka dikuasai oleh pengalaman negatif. Pikiran positif akan menumbuhkan perasaan positif dan selanjutnya akan membantu kita untuk berpikir jernih menentukan langkah selanjutnya. 
 Jika orang lain memandang kita gagal, apakah kita juga harus memandang diri kita gagal? Kenapa kita tidak bangga pada diri kita sendiri yang sekalipun dianggap gagal kita tidak menyerah? Walaupun kita menyadari bahwa kita memang gagal, kenapa kita tidak bangga pada diri kita yang telah berusaha? Pemikiran positif yang demikian akan memudahkan kita untuk introspeksi diri dan menemukan celah-celah yang mungkin kita lewatkan ketika kita berusaha. 
 Sering, evaluasi terhadap diri kita yang kita terima dari orang lain menjadi racun jika kita tidak membentengi diri dengan pikiran dan perasaan yang positif terhadap diri.

Sukses Adalah Tidak Menyerah
 Jangan meneladani orang yang sukses, tetapi pada mereka yang tidak menyerah. Kalau kita meneladani orang yang sukses, kita hanya akan menemui orang-orang yang sudah mencapai puncak dan itu bisa membuat kita rendah diri. Teladanilah hidup orang-orang yang tidak menyerah, karena sebagian dari mereka yang tidak menyerah adalah orang yang hidup sulit, yang nasibnya lebih tidak menyenangkan daripada kita. Itu akan menimbulkan perasaan syukur dan motivasi untuk hidup lebih baik.
  Ketika kita membaca riwayat hidup penemu lampu pijar Thomas A. Edison, apa yang membuat kita kagum padanya? Hasil karyanya atau usahanya yang gagal sebanyak ribuan kali sebelum akhirnya ia behasil? Sukses itu tidak dilihat dari apa yang kita hasilkan, tetapi dari perjalanan usaha kita. Kisah hidup itu tidak terletak pada epilog, tetapi pada awal yang memotivasi berjalannya cerita dan bagaimana cerita itu berjalan. Dari perjalanan itulah hikmah kita dapatkan.
Jika Kita Benar-Benar Adalah Si Cebol yang Merindukan Bulan?
 Apa yang akan terjadi jika kita benar-benar ditakdirkan tidak dapat mencapai apa yang kita cita-citakan?
 Inilah yang dikhawatirkan oleh semua orang yang memiliki mimpi besar maupun kecil. Banyak hal yang bisa membuat kita tidak dapat mencapai impian, salah satunya dan juga yang paling tidak dapat dihindari adalah kematian di usia muda oleh para pemuda yang punya cita-cita besar.
 Apakah teman-teman pembaca menganggap mereka yang mati lebih dulu dari kita sedangkan impian mereka masih jauh untuk dicapai adalah orang gagal?
 Jawabannya, mereka sama sekali tidak gagal dan tidak pernah gagal.
 Allah SWT berfirman dan firman-Nya ini sangat menggetarkan hati saya sebagai penulis tulisan ini:
 Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah Beserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di Jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. Dan sesungguhnya akan Kami Berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, ”Innalillahi wa inna ilaihi raji’un.” Quran Surat Al Baqarah ayat 153 – 156.
 Mereka yang mati berjihad untuk mencapai cita-citanya, tidak kita sadari tetap hidup. Mereka hidup sebagai kenangan yang menginspirasi kita untuk berjihad seperti mereka dalam mencapai cita-cita kita sendiri. Mereka belum sukses dalam pandangan duniawi kita, tetapi ketidakmenyerahan mereka dan selalu bersabar atas ujian dan kesulitan hidup yang diberikan kepada mereka adalah sukses tersendiri bagi kita yang bisa menyadari urgensi hidup mereka. 
 Cita-cita memang hanyalah konsep yang ada dalam pikiran, idealisme-idealisme yang hanya ada dalam kepala mereka yang bermimpi. Tetapi, kekuatan dari cita-cita termanifestasikan dalam setiap perilaku. Perilaku sepanjang hidup mereka itulah yang kita lihat secara nyata sekalipun kita tidak tahu apa yang ada dalam pikiran mereka. 
 Jadi, apakah pandangan kita semua tentang apa itu sukses (mencapai hasil) sudah berubah?
1. Tidak melihat sukses dari hasil atau seberapa banyak penghargaan yang sudah seseorang dapatkan, tetapi lihatlah betapa mereka tidak menyerah. 
2. Tidak kecewa pada mereka yang kita harapkan ketika mereka belum ditakdirkan berhasil karena mereka yang tidak menyerah tidak merasa kecewa kecuali sebentar saja untuk kemudian berusaha lagi.
3. Orang yang tidak menyerah akan hidup sepanjang zaman walaupun mereka telah mati, di hati orang-orang yang mengenang mereka dan terinspirasi.
4. Orang yang sukses adalah orang yang juga dapat menyukseskan orang lain, sekalipun ia sudah mati.
5. Tidak mengolok-olok mereka yang bekerja keras atau meremehkan mereka yang memiliki mimpi. Suatu hari mereka akan membalas perbuatan kita dengan membuat kita salut kepada mereka.

 Karena kita adalah penguasa bagi hidup kita sendiri, sukseslah dengan cita-cita kita! Jika cita-cita kita cukup berharga, sekalipun kita tidak dapat mewujudkannya dengan tangan kita sendiri, orang lain akan mewarisi cita-cita untuk dan mewujudkannya untuk kita.
 

Pernikahan


 Hal pertama yang saya pelajari dalam kuliah psikologi keluarga adalah dalam menikah, pikirkanlah nasib orang banyak. Satu kalimat yang saya catat waktu itu adalah, ”Pernikahan bagaikan kertas-kertas yang direkatkan”. Pernikahan itu lebih dari dua kertas, kertas istri dan kertas suami, tetapi lebih dari dua orang itu. Ada orang-orang lain yang melekatkan diri kepada kehidupan pasangan yang menikah. Ada anak, mertua, kakek, nenek, semuanya yang kemudian saya katakan sebagai keluarga besar umat manusia.
 Semua orang setuju, penikahan adalah sebuah kontrak. Sama halnya seperti pacaran, ketika seseorang berkata, ”I love you” kepada kekasihnya. Mereka sudah membuat satu kontrak. Tetapi, mengapa pernikahan dikatakan sebagai kontrak yang suci? Apa yang membuat berbeda? Jawaban yang saya dapatkan membuat hati luar biasa sedih mengingat kenyataan hari ini bahwa sebagian orang di dunia sudah menganggap pernikahan bukan apa-apa lagi. Kalau begini kenyataannya, seratus tahun ke depan saya membayangkan dunia yang miskin kemanusiaan.
 Berbagai riset membuktikan bahwa pernikahan semakin tidak memberikan kepuasan hidup, pada orang-orang tertentu. Sayangnya, orang-orang tertentu menjadi mayoritas di seluruh dunia. Setiap hari siapa yang tidak dengar artis ini bercerai atau kawin lagi? Siapa yang tidak dengar bahwa kekerasan dalam rumah tangga terjadi di mana-mana? Siapa yang tidak dengar suami menyakiti istri, ibu menyakiti anak dan anak menyakiti kedua orangtuanya? Siapa yang tidak dengar masalah keuangan begitu mendominasi percekcokan dalam keluarga? Siapa yang tidak dengar semakin banyak pasangan yang melakukan kohabitasi? Pemuda bangga ketika ia memiliki kekasih, tetapi ia tidak menginginkan pernikahan. Ketika kemudian terjadi kehamilan di luar pernikahan dan dilakukan aborsi, sungguh mengerikan ketika saya mengingat ayat Al Quran yang demikian, walaupun mungkin tidak sama konteksnya, tetapi mereka sama dalam hal tidak diinginkannya.
 ... apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah ia dibunuh... (QS At Takwir 81 ayat 8 dan 9)
 Atau mungkin ketika anak itu dipertahankan, apa jadinya ia hidup di dunia menanggung beban sebagai anak berorangtua tak lengkap dan tak bahagia?
 Siapa yang bertanggung jawab?
 Apa pentingnya kita tahu bahwa keluarga adalah awal dari segala sesuatu dalam hidup kita? Kita tidak akan mendapatkan makna berkeluarga jika kita tidak menyadari bahwa kita sebagai individu memiliki ikatan sosial yang kuat bahwa diri kita memiliki tanggung jawab sebagai penentu gerak zaman dan masa depannya. Perkawinan hanyalah perjanjian yang tercatat dalam surat nikah dan dapat dilihat dari cincin di jari manis kita, tetapi hak dan tanggung jawab yang timbul dari perjanjian itulah yang penting bagi kesejahteraan umat manusia. Apakah kita masih berpikir pernikahan adalah janji suci tanpa memahai maknanya yang sebenarnya?
 Inilah yang kemudian membedakan antara menikah dan pacaran, antara menikah ”klasik” dengan pernikahan ”modern”: kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai istri, suami, ibu dan ayah.
 Konsep mengenai pembaruan pernikahan mencuat di abad ini. Pertanyaannya adalah, perlu pembaruan seperti apakah pernikahan yang telah dilakukan dari zaman ke zaman? Pernikahan ”klasik” sebagai perjanjian eksklusif dua orang pria dan wanita untuk hidup bersama semakin diragukan dan dianggap sebagai sumber ketidakpuasan hidup. Kemudian muncul solusi-solusi pernikahan masa depan, terutama di dunia barat, seperti open marriage, temporary marriage, trial marriage, homosexsual marriage dan cohabitation. Pernikahan-pernikahan tersebut sangat tidak sesuai dengan apa yang Islam ajarkan.
 Apakah kita akan terjebak dalam pencarian kepuasan hidup yang semu dengan mengubah hukum yang ditetapkan Tuhan tentang pernikahan, bahwa:
 Dia-lah yang Menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka, setelah dicampurinya, istrinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah, Tuhan-nya seraya berkata, ”Sesungguhnya jika Engkau Memberi kami anak yang sempurna, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur.” (QS Al A’raf 7 ayat 189).
 Menikah adalah mengenai bersyukur bahwa kita diberikan jodoh yang baik, keturunan yang baik, penghidupan yang baik dengan kelancaran rezeki dari Allah. Ketika kepuasan pernikahan tidak didapatkan, siapa yang salah kecuali kita manusia yang bermain tidak sesuai dengan aturan hak dan kewajiban kita sebagai manusia?
 Kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya yang membimbing langkah kita dalam menjalani pernikahan. Permasalahan dan percekcokan pasti terjadi, tetapiketika itu terjadi, bukankah kita akan mengingat Allah dan berusaha untuk memperbaiki hubungan lagi dengan itikad yang baik? Itulah mengapa perceraian dihalalkan, tetapi menjadi hal yang paling dibenci Tuhan. Perceraian adalah solusi terakhir percekcokan dalam keluarga dan sebagai solusi terakhir, Tuhan ingin kita berusaha mendamaikan kedua pasangan yang bercekcok dengan usaha apapun sampai pada titik dimana rujuk tidak mungkin lagi. Tuhan ingin kita dan setiap pasangan di dunia untuk kembali menata hati ketika berseteru, kembali mengingat bahwa hidup kita bagaikan kertas-kertas yang saling menempel. Ketika satu lembar kertas meminta diri untuk lepas, tidak ada yang terjadi kecuali kertas yang lain ikut koyak. Kembali mengingat bahwa hidup tidak untuk kebahagiaan prbadi, tetapi juga kebahagiaan orang lain dan kebahagiaan orang lain di masa-masa sesudah kita. Akankah kita menghancurkan ikatan suci ini karena keegoisan kita?
 Ketika kepuasan belum didapatkan, lihat kembali ke dalam diri. Mungkin diri inilah yang salah..

Manajemen Kekecewaan



 Kecewa adalah salah satu bentuk stres yang sangat sering kita alami. Sepanjang manusia memiliki kebutuhan, ia akan memiliki keinginan, dan sepanjang ia memiliki keinginan, ia akan kecewa. 
 Kebutuhan adalah mutlak dimiliki oleh setiap manusia. Kebutuhan menjadi sumber motivasi utama mengapa manusia berperilaku. Apa yang manusia lakukan, pasti ada motif di baliknya dan ketika kita membicarakan motif tersebut, maka itulah kebutuhanyang ingin ia penuhi. Sebagai contoh, seseorang yang bekerja, mengapa ia bekerja didorong oleh motif ingin mendapatkan uang yang dengan uang itu ia akan memnuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Contoh yang lain, seorang mahasiswa , mengapa ia kuliah didorong oleh motif agar mudah mendapatkan pekerjaan yang dibalik itu ada kebutuhan untuk memperoleh penghargaan diri. Masih banyak contoh lagi yang bisa kita pikirkan sendiri. 
 Pemenuhan kebutuhan membutuhkan daya dan upaya. Asumsi yang kita miliki adalah semakin besar daya dan upaya yang kita miliki, maka semakin besar kemungkinan kebutuhan kita penuhi. Pada bagian inilah kebanyakan manusia terbentur masalah pemenuhan kebutuhan. Sebagai contoh, kita sering dihadapkan pada kasus bahwa mereka yang tidak berpendidikan cenderung berstatus sosial ekonomi yang lemah. Mereka yang lemah secara kemampuan kognitif, lebih banyak bekerja di bidang-bidang yang mengandalkan otot. 
  Sebagaimana burung yang mencari makan harus terbang ke berbagai tempat, jika ia tak punya sayap, bagaimana ia bisa makan? Sayap ”tangan” yang kita miliki untuk memunuhi kebutuhan sebagian dimiliki oleh diri kita sendiri, sebagian besar ada pada diri orang lain. Ini mencerminkan kodrat kita sebagai makhluk sosial bahwa kita tidak dapat hidup sendirian. Karena kodrat kita sebagai makhluk sosial, komunikasi suatu keharusan jika kita ingin kebutuhankita dipenuhi dengan bantuan orang lain. Dengan ilustrasi tentang burung yang tidak bisa makan tadi, dengan bantuan burung lain yang menyuapinya, burung yang malang itu tetap bisa makan. Tetapi, apakah burung itu akan menerima bantuan jika ia tidak menyuarakan kebutuhannya kepada burung-burung lain?
 Tanpa usaha, keinginan kita tidak akan terpenuhi. Sejauh ini kita akan sama-sama menyadari bahwa selalu ada dua kemungkinan atas suatu keinginan, yaitu: terpenuhi atau tidak terpenuhi. Keinginan yang terpenuhi akan membuat diri menjadi puas, tetapi keinginan yang terpenuhi akan menumuhkan kekecewaan. Maka kita dapat menemukan sebab pertama dan kedua mengapa keinginan kita tidak terpenuhi berdasarkan cerita si burung, yaitu: 1) Diri sendiri yang tidak berdaya dan upaya, dan 2) Ketidakmampuan kita mengkomunikasikan apa keinginan kita ketika kita membutuhkan bantun orang lain.
 Ketidakmampuan berkomunikasi bukan hanya masalah kita yang tidak bisa mengatakan apa keinginan kita karena suatu sebab, tetapi juga ketika kita bisa mengkomunikasikannya, hanya saja kita tidak efektif dalam mengkomunikasikannya. Apakah ketika meminta agar orang lain memenuhi keinginan kita kita sudah melakukannya secara santun dengan bahasa yang menyenangkan hati? Atau kita terkesan memperbudak mereka? Ketika kita terkesan menggurui atau menyuruh-nyuruh mereka, daripada keinginan kita terpenuhi, kita bisa jadi tidak disukai.
 Setiap orang pernah bertemu pengemis. Ketika kita bertemu pengemis, jelas pengemis itu mengkomunikasikan bahwa dia meminta-minta, pesannya jelas kita tangkap. Walaupun pesannya jelas kita tangkap, ada orang yang mau memberi dan ada yang tidak. Khusus pada yang tidak, apa alasannya mereka tidak mau memberi sedikit saja uang mereka?
 Dalam interaksi dengan orang lain terjadi pertukaran sosial dimana seseorang akan berperilaku jika perilakunya menguntungkan dirinya atau paling sedikit tidak merugikan dirinya. Sepanjang orang memahami bahwa dengan memenuhi keinginan kita, kebutuhannya juga terpenuhi atau paling sedikit ia tidak dirugikan dengan memenuhi keinginan kita, maka orang itu akan melakukan apa yang kita minta. Dapat disimpulkan bahwa sebab keinginan kita tidak dipenuhi oleh orang lain adalah keinginan kita merugikan dirinya. 
 Biasanya menjelang pasar berakhir, para penjual mengobral murah barang-barang dagangannya. Idealnya kita akan ramai mengerubuti mereka, tetapi ternyata tidak. Banyak juga yang melengos. Para pedagang itu sudah mengkomunikasikan maksudnya menggelar dagangan dan jelas pula dengan membeli barang-barang yang jadi super murah itu kita mendapatkankeuntungan dengan bisa berhemat. Tetapi dalam pikiran mereka yang melengos, seberapa pun bermanfaatnya barang itu, ia tidak akan membeli karena persepsinya pada barang itu bahwa ia belum membutuhkannya. Artinya, barang itu tidak berarti bagi dirinya. Kita simpulkan bersama lagi bahwa keinginan kita bisa tidak terpenuhi karena persepsi orang lain bahwa apa yang kita inginkan tidak berarti bagi dia. 
 Apa pentingnya saling mengenal satu sama lain? Benar juga pepatah yang mengatakan banyak kenalan banyak rezeki. Ada hubungan dalam persahabatan kita atau pekenalankita dengan orang lain yang membuat orang tersebut mau berbaik hati pada kita. Dalam persahabatan, misalnya, kita saling menanamkan harapan dan konsekuensi bahwa antarsahabat seharusnya saling membantu. Sebaliknya, mereka yang tidak saling mengenal baik akan lebih sulit jika meminta agar keinginan mereka dipenuhi. 
 Masalah kita ada di mana sehingga kita sering sekali merasa dikecewakan oleh orang lain? Memang menyebalkan, menyedihkan, dan menyakitkan hati ketika kita sudah mengharapkan sesuatu pada diri orang lain, orang lain itu tidak bertindak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Apalagi jika itu berurusan dengan masalah-masalah besar seperti kepanitiaan acara besar organisasi, deadline tugas kelompok yang sangat penting, janji yang sudah dibuat, dan sebagainya. Siapa yang tidak stres? Setiap orang akan stres! Bahkan frustasi dan depresi jika diperlakukan terus-terusan seperti itu.
 Tapi, apakah stres adalah satu-satunya pilihan kita untuk merespon perilaku tidak mengenakkan dari orang lain? Jawabnya, tidak. 
 Saya membuat suatu kalimat-kalimat yang cukup menarik hasil pemikiran mendalam. Orang yang kecewa adalah orang yang punya keinginan. Orang yang berkeinginan adalah mereka yang memiliki harapan. Orang yang terlalu berharap, mereka menggenggam harapan kuat-kuat dalam hati mereka, menutup mata bahwa harapan itu bisa saja gagal dicapai. Harapan yang melambung disusul dengan kegagalan, mereka sangat mungkin memutuskan untuk menyerah dan sedih bukan main. Mereka yang menyerah pada akhirnya tidak melakukan apa-apa. Mereka yang tidak melakukan apa-apa adalah mereka yang tidak mengenal kekuatan diri dan lingkungannya. Orang yang tidak mengenal dirinya adalah orang yang enggan berpikir, merenung, dan merasakan hakikat keberadaan dirinya. 
 Memang panjang, tetapi bisa disingkat kalimat pertama dan terakhir saja bahwa orang yang kecewa adalah orang yang enggan bepikir, merenung dan merasakan hakikat keberadaan dirinya. 
 Orang yang mau berpikir lebih dalam akan melampaui keinginan-keinginan. Mereka akan lebih baik dalam memahami banyak hal, terutama alasan-alasan di balik tercapai atau tidaknya suatu keinginan.
 Ketika kita berhubungan dengan orang lain, pahamilah bahwa orang lain juga ingin dipahami tentang alasan-alasan ia berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Manusia berperilaku pasti dengan alasan di baliknya, itulah yang harus kita pahami sebagai obat kekecewaan kita.Orang yang tidak mau tahu dan tidak menerima alasan akan mengalami sakit hati yang lebih dalam daripada orang yang tahu alasan dan mau menerimanya. Maka, komunikasi tidak hanya sebatas kita menyampaikan pesan, tetapi yang menerima pesan juga berhak mengatakan sesuatu pada kita. Hubungan dua arah ini sangat sulit diwujudkan jika kita yang tidak mau mengenal orang lain sehingga orang lain tidak menaruh kepercayaan dan terbuka pada diri kita.
 Memangnya apa untungnya bagi kita jika kita tahu alasan mengapa orang lainmembuat kita kecewa? Perlu diketahui bahwa pemahaman akan suatu alasan akan membimbing kita untuk mengevaluasi banyak hal. Pernahkah dipikirkan bahwa orang lain yang tidak bersikap baik pada kita mungkin saja berperilaku begitu karena kesalahan yang kita pebuat sendiri? Dari evaluasi itu kita akan belajar menerima bahwa ada hal-hal yang berada di luar kehendak kita, seperti perasaan orang lain, harapan orang lain,persepsi oran lain, bahkan kehendak Tuhan Penguasa diri kita. Kita akan belajar menyadari bahwa sesuatu yang kita inginkan belum tentu baik bagi diri kita, sebaliknya yang tidak baik (kekecewaan) sebetulnya baik, terutama bagi pengembangan diri kita dalam menghadapi tantangan.
 Di samping kita dapat mengetahui alasan-alasan, ada saat di mana kita tidak dapat mengtahuinya. Dan apa yang diajarkan oleh Islam adalah, berprasangka baiklah. Berpikiran positiflah. Pikiran positif adalah obat lain kekecewaan. Itulah yang sudah Tuhan siapkan bagi kita. Pikiran positif akan meringankan kekecewaan. Kita akan menyiapkan alasan-alasan yang baik mengenai tidak terkabulkannya keinginan kita. Kita akan menjaga hati kita dari rasa tidak suka pada orang-orang yang kita harapkan. Itu lebih baik daripada kita mengumpat tidak jelas, mengutuk orang yang ini dan yang itu, atau merasa tidak berdaya. 
 Apakah orang yang dapat menerima dapat kecewa? Sekalipun ia merasa kecewa, ia mungkin hanya menganggapnya sebagai angin lalu kehidupan yang ia jalani.