Laman

Selamat Datang...

Berbagi isi hati dan pemikiran...
Berbagi asa untuk mencapainya bersama untuk sebuah kemajuan...

Selasa, 31 Agustus 2010

Menolong Itu (Memang) Menyenangkan

Tidak salah jika salah satu slogan untuk menggiatkan zakat di negeri ini adalah "menolong itu menyenangkan". Pada dasarnya, aktivitas menolong itu memang menyenangkan. Perasaan senang karena aktivitas positif ini tidak saja hanya melanda si penolong, tetapi juga yang menerima pertolongan. Akhirnya, kesimpulan kita adalah ditolong itu juga menyenangkan.

Mengapa aktivitas menolong itu membuahkan rasa senang atau bahagia? Hoho... mungkin ini rahasia langit. Entah mengapa, Allah punya cara agar manusia memelihara rasa peduli, memupuk jiwa sosial, dan saling mengasihi satu sama lain. Dari penderitaan kita semua belajar bahwa menderita itu tidak enak, makanya kita berusaha keluar dari penderitaan ini. Dari kebahagiaan kita juga belajar bahwa semua orang, juga diri kita, sama-sama ingin mencapainya. Banyak hal dalam hidup ini yang kita semua sama-sama mencapainya. Jadi, mengapa tidak kita mengusahakannya secara bersama-sama lewat program hidup "saling tolong-menolong"? Rasanya dunia akan menjadi semakin mudah dengan cara begini.

Tetapi, kalimat indah biasanya ada "tapi"-nya... Mengapa, mengapa, dan mengapa? Karena menolong ternyata tidak mudah, paling tidak, tidak semudah ditolong. Memberi tidak pernah sama dengan menerima. Orang yang memberi pasti memiliki sesuatu yang "lebih" dan dapat mengisi ruang kosong yang dimiliki orang yang menerima. Dan, untuk memiliki sesuatu yang "lebih", tidak semua orang mampu mengusahakannya. Adalah normal bagi orang yang benar-benar berlebih untuk menjadi penolong. Tetapi bagi orang-orang yang pas-pasan atau kekurangan, perbuatan memberi adalah suatu pengorbanan "besar".

Bagi orang yang lebih harta, lebih tenaga, dan lebih ide... mampu menolong adalah suatu nikmat jika diiringi dengan niat dan semangat beramal saleh. Namun, ada orang yang meskipun harta, tenaga, dan idenya lebih, karena niat dan semangatnya tidak ada... perbuatan menolong layaknya menjadi penderitaan. Menolong bukan lagi menjadi aktivitas memberi, tetapi aktivitas diambilnya apa yang dimiliki.

Jika menolong menjadi aktivitas yang penuh keterpaksaan begini... apa jadinya perasaan orang yang ditolong? Banyak orang yang mampu menolong untuk memenuhi kekurangan harta, tenaga, dan ide bagi orang lain, tetapi sedikit sekali orang yang mampu mengisi kehidupan orang lain dengan perasaan bahagia, bebas dari kesedihan. Bahkan ada orang yang malah menjadi sedih karena ditolong karena penolongnya... mengungkit-ungkit pemberian, memberi dengan wajah masam, memberi dengan diiringi kata-kata yang tidak sedap, memberi barang-barang yang kurang baik... yang itu semua disebabkan tidak adanya niat baik dan semangat untuk beramal.

Pada akhirnya, menolong itu akan benar-benar dan memang menyenangkan hanya kalau hati kita senang, bukan? Apakah pemberian kita besar, kecil, atau mungkin tak berharga bagi si penerima, menolong akan sangat menyenangkan kalau hati kita tergerak oleh semangat beramal dengan ikhlas. Ini PR bagi kita semua... menanamkan kesukaan beramal, semangat, jiwa sosial, kepedulian, dan keikhlasan bagi sesama manusia untuk mau saling tolong-menolong. Dan ini, sulit dan tantangannya... tidak main-main.

Sabtu, 28 Agustus 2010

Orang-Orang yang Berubah

Orang-orang berubah dari masa ke masa. Sering kita sulit percaya bahwa masa lalu sudah berlalu dan masa depan memunculkan orang-orang dengan jiwa baru... Sering pula kita bertanya apa yang membuat ini terjadi.

Salah satu jawaban yang sempat kupikirkan adalah kedewasaan. Ada orang yang berkata bahwa menjadi tua adalah suatu kepastian, tetapi menjadi dewasa adalah suatu pilihan. Apa sebetulnya yang tengah dilakukan orang-orang dalam perjalannya menjadi dewasa?

Bekal untuk menjadi dewasa sesungguhnya adalah sesuatu yang sederhana. Manusia sudah berpotensi menjadi sosok yang penuh kedewasaan ketika Tuhan menciptakannya dengan seperangkat alat untuk mengambil keputusan: akal, perasaan, dan hati nurani. Seperangat alat ini sudah kita semua miliki sejak kita masih kanak-kanak, tetapi penggunaannya semakin penting ketika kita menginjak usia remaja atau dewasa. Pada usia remaja sampai dewasa ini, kita dihadapkan pada masalah-masalah yang semakin kompleks sehingga kita perlu secara aktif dalam menggunakan kemampuan diri untuk mengatasi masalah tersebut.

Bekal selanjutnya adalah keberadaan suatu masalah. Masalah dalam hidup diciptakan bukan tanpa mengandung suatu manfaat. Secara memudahkan, jenis masalah dapat dibagi menjadi dua, yaitu masalah yang berdampak positif dan masalah yang berdampak negatif. Tetapi, sebaiknya dipertimbangkan bahwa apa yang membuat suatu masalah bernilai positif atau negatif adalah diri kita sendiri. Bagaimanakah respon kita dalam menghadapi masalah... apakah kita berani menghadapinya atau malah melarikan diri dari masalah? Seperti apakah respon kita memberi kita kesempatan untuk memanfaatkan kemampuan yang sudah diberikan Tuhan kepada kita.

Kedua bekal tersebut telah ada dalam diri kita. Tinggal, bagaimana kita mengolah keduanya sehingga berbuah kedewasaan dan memunculkan perubahan dalam diri kita.

Manusia diciptakan bermacam-macam, ada yang hidup dengan kondisi yang baik, ada yang tidak. Cukuplah itu menjadi jawaban untuk pertanyaan mengapa tidak semua orang mencapai kedewasaan dalam waktu yang dini. Kita akan kagum pada remaja yang sudah bertindak dewasa, tetapi mencela orang dewasa yang tidak dapat mengambil keputusan secara bijak. Kita tidak salah berpendapat demikian, tetapi ada baiknya jika kita belajar memahami bahwa orang butuh waktu untuk berubah menjadi lebih dewasa, menjadi lebih baik.

Kedewasaan membutuhkan proses belajar. Beruntung orang yang hidup dalam keluarga atau lingkungan yang melatihnya untuk menjadi dewasa. Tetapi, tidak sedikit orang yang beruntung itu tidak dapat memetik hikmah dari kelas kedewasaan yang diterimanya sehingga sepanjang waktu bergelut dengan ketidakpuasan dan cemoohan orang-orang di sekitarnya. Sebaliknya, ada orang yang memiliki riwayat masa lalu yang buruk mampu bangkit menjadi lebih baik di usianya yang lanjut.

Apa yang kemudian kupikirkan sebagai penyebabnya?

Kesadaran untuk memilih keputusan "Ini saatnya menjadi dewasa" dan bertindak untuk berubah. Kesadaran bahwa hidup ini butuh perbaikan penting dan tidak sekadar hanya ingin menjadi lebih baik. Sadar ada kebutuhan yang harus dipenuhi, ada amanah yang harus dilaksanakan, ada hidup yang harus diisi dengan baik... Menjadi dewasa membutuhkan suatu kesadaran... Dan kapan kesadaran ini muncul, sepertinya rahasia Tuhan.