Laman

Selamat Datang...

Berbagi isi hati dan pemikiran...
Berbagi asa untuk mencapainya bersama untuk sebuah kemajuan...

Jumat, 17 Juli 2009

Memaknai Persahabatan Bag. 2

Hikmah dari Sebuah Pepatah

Dari buku ”Hikmah dalam Humor, Kisah, dan Pepatah” karya A. Aziz Salim Basyarahil (Gema Insani Press, 1999), saya mendapatkan sebuah kata-kata mutiara yang terus saya ingat sampai sekarang.

Keluarga membutuhkan kasih sayang, tetapi kasih sayang tidak membutuhkan kasih sayang.

Sama halnya dalam persahabatan...

Persahabatan memang membutuhkan kasih sayang, tetapi kasih sayang tidak membutuhkan persahabatan.

Untuk kualitas perasaan dan perilaku yang satu ini memang tidak membutuhkan determinan apa-apa untuk hadir dalam kehidupan. Seperti Tuhan yang tidak pilih kasih antara makhluk-Nya yang durhaka maupun yang taat, semua makhluk mendapatkan curahan kasih sayang-Nya. Demikian pula kita terapkan dalam konteks ”persahabatan” atau lebih sederhananya lagi, apakah kasih sayang membutuhkan ”saya-tahu-orang-itu” terlebih dahulu?

Tidak ada yang tidak tahu bahwa semua manusia bersaudara karena berasal dari orangtua yang sama, yaitu Adam dan Hawa. Saudara kita bermilyar-milyar manusia sampai hari ini, kita hanya satu di antara angka yang sangat besar itu, dan orang-orang yang kita kenal tidak sampai seberapa persennya. Maka, menyedihkan sekali kehidupan orang-orang yang kesepian atau yang mati-matian membangun suatu persahabatan dengan hanya segelintir orang. Menyedihkan pula orang yang hidupnya membatasi diri dengan dinding kamarnya, atau dinding rumahnya, atau pagar halaman rumahnya. Menyedihkan pula orang yang hidupnya membatasi diri hanya pada orang-orang yang ia kenal. Karena lebih banyak kebaikan yang kita peroleh dengan berhubungan dengan banyak orang, sekalipun kita tidak mengenalnya.

Ada suatu cerita menarik ketika dua orang teman berjalan bersama di suatu jalan. Mereka berpapasan dengan orang lain sepanjang perjalanan itu. Teman yang satu tersenyum pada orang-orang yang mereka berpapasan dengannya dan ini menimbulkan keheranan pada teman yang lain. ”Kenapa senyum sama orang itu? ’Kan nggak kenal.”

Tahu tidak, ketika seseorang tidak mau tahu orang lain ada di dunia yang sama dengannya, kita tidak akan mendapatkan tatapan matanya pada kita sekalipun kita ada di hadapannya. Pernahkah mengalami pengalaman berjalan di suatu jalan di mana orang-orang yang berpapasan dengan kita berjalan cepat-cepat, berjalan menatap tanah, berjalan menatap lurus ke depan, berjalan sambil mendengarkan musik di HP atau mp3 player atau berjalan sambil bercanda dengan temannya sendiri? Orang-orang yang seperti inilah yang menutup diri pada kebaikan orang lain yang berniat tersenyum atau menyapa pada mereka. Individualisme ini tumbuh lewat perilaku-perilaku yang seperti ini karena lama-lama kita bisa belajar tidak menyadari keberadaan orang lain sehingga kita menjadi orang yang mudah mengabaikan orang lain.

Atau mungkin pernah mengalami pengalaman begini. Pada suatu hari kita berjalan di suatu jalan dan berpapasan dengan orang yang ia tersenyum pada kita. Kita tidak bereaksi apa-apa kecuali keheranan dalam hati, ”Ngapain orang itu senyum sama aku?” Orang yang tidak pecaya dan mudah curiga pada orang lain bisa saja langsung berpikiran buruk, ”Apa penampilanku aneh atau lucu?”

Salah tidak jika kita mengatakan bahwa orang tersebut sudah mengalami individualisme akut? Seandainya di dunia ini tidak ada himbauan bersedekah atau kewajiban berzakat... Bisa jadi setiap kebaikan yang orang lain berikan kepada kita kita tafsirkan sebagai sesuatu yang mencurigakan. Sama halnya pada orang-orang yang jarang menerima kebaikan hati dan kasih sayang dari orang lain, dia bisa belajar mencurigai kebaikan hati dan kasih sayang yang orang lain berikan kepadanya.

Pernah menonton reality show yang isinya menguji altruisme atau perilaku monolong seseorang? Ada satu kisah yang membuat saya sedih ketika seorang ibu-ibu pemulung menolong seorang anak dan sebagai imbalan atas pertolongannya ia mendapatkan uang kaget beberapa ratus ribu rupiah. Anehnya, ibu itu mati-matian menolak uang tersebut. Alasannya, ia takut di balik pemberian uang tersebut ada apa-apanya.

Bagaimana kita menyikapi kasih sayang yang ditolak ini sekalipun penerimanya sungguh membutuhkan kasih sayang dan uluran tangan dari orang lain?

Tidakkah terpikirkan oleh kita bahwa mereka yang menolak itu adalah orang-orang yang tidak terbiasa menerima pemberian karena tidak ada yang memberi mereka atau terbiasa mereka menerima pemberian yang jumlahnya sedikit? Sekalipun kita adalah orang mampu, jika kita adalah orang yang tidak terbiasa menerima kasih sayang orang lain, kita bisa menjadi pencuriga setiap kebaikan.

Karena tidak terbiasa baik menerima maupun memberi, kita tidak belajar membedakan mana pemberian yang benar-benar tulus dan mana yang pura-pura. Karena tidak membiasakan diri dalam kasih sayang, kita tidak dapat merasakan rasa bahagia ketika memberi dan menerima sesuatu.

Itulah mengapa kasih sayang tidak memerlukan keluarga atau sahabat. Karena sumber kasih sayang tidak hanya berasal dari keluarga atau sahabat atau orang-orang yang kita kenal. Kasih sayang sebagai salah satu sifat Tuhan yang ia berikan pada setiap hati manusia. Kasih sayang tidak mengenal siapa yang memberi dan siapa yang menerima. Kalau kita mau membuka diri dan menyadari kehadiran orang lain, banyak kasih sayang yang akan kita dapatkan dari orang-orang yang tidak kita kenal.

Yuk, menyuburkan kasih sayang di antara manusia! Lewat kasih sayang, persahabatan tidaklah menjadi sesuatu yang sulit untuk didapatkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar