Laman

Selamat Datang...

Berbagi isi hati dan pemikiran...
Berbagi asa untuk mencapainya bersama untuk sebuah kemajuan...

Minggu, 07 Desember 2008

Peran Psikologi Islami dalam Moralitas Pemimpin

Siapa yang tidak tahu bahwa bangsa kita sedang krisis kepemimpinan? Ya, kita semua tahu. Semuanya terlihat dari kehidupan rakyat yang masih morat-marit, kemiskinan di mana-mana, masalah, masalah dan masalah, tetapi kita cukup merangkumnya dalam dua kata: krisis multidimensi. Tidak hanya krisis keuangan, bahkan yang terjadi adalah krisis besar dalam perilaku manusia Indonesia atau dekadensi moral. Indonesia yang seperti ini, lihatlah bagaimana para pemimpin memimpin bangsa. Kita malah semakin geleng-geleng. Para pemimpin bahkan tak dapat memimpin diri mereka dengan memiliki moral yang terpuji.

Hal di ataslah yang menjadi pembahasan utama dalam Temu Ilmiah Nasional Psikologi Islami ke-III yang diadakan oleh Asosiasi Psikologi Islami (API) berkerjasama dengan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia pada 22 – 23 November 2008 lalu, di Jogjakarta.

Temu Ilmiah tersebut mendatangkan tiga orang pembicara utama antara lain Prof. Dr. Achmad Mubarok, MA (dari UIN Syarif Hidayatullah), Dr. Soegiharto, SE., M.BA (Mantan Manteri Negara BUMN), dan Fuad Nashori,S.Psi, M.Si, Psikolog (Mantan Ketua Umum API). Makalah yang dibawakan mereka sangat menarik untuk dikritisi, tak heran di akhir acara banyak sekali yang mengajukan pertanyaan tentang apa yang mereka presentasikan. Temu ilmiah ini menarik banyak peminat, tidak hanya dosen psikologi, para pemakalah, tetapi juga ahli hukum dan orang dari perusahaan tertentu. Jelas, masalah kepemimpinan (bangsa) adalah masalah yang dibicarakan secara luas.

Dalam pembahasannya, Pak Achmad Mubarok mengemukakan bahwa pemimpin yang bermoral adalah pemimpin yang dibimbing oleh nurani politik. Dalam perspektif Psikologi Islami, perangkat kejiwaan manusia terdiri dari akal, hati (qalbu), nurani (mata hati), syahwat (penggerak tingkah laku), dan hawa nafsu (bersifat destruktif). Kelima hal tersebut dipimpin oleh hati. Maka, jika seseorang berhati baik, maka akhlaknya juga baik. Begitu pula jika hatinya busuk, akhlaknya juga busuk. Hati ini yang akan membimbing nurani.

Nurani politik dijelaskan sebagai keterpanggilan terhadap politik yang memiliki dimensi vertical, yaitu tanggung jawab sebagai khalifah Allah, untuk menegakkan keadilan dan menebarkan kasih sayang. Berbeda sekali dengan banyak politikus yang saat ini berambisi menjadi pemimpin. Yang mereka miliki hanya syahwat politik, atau bahkan hawa nafsu politik. Pemimpin dengan nurani politik tampil karena panggilan, bukan atas perhitungan untung-rugi menjadi pemimpin, bahkan rela menyerahkan kepemimpinan kepada orang lain yang lebih tepat.

Pak Soegiharto mengangkat topik Pengembangan Moralitas Pemimpin dengan meneladani Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabat. Yang menarik dari pembahasannya adalah beliau menghubungkan karakter Nabi dan para sahabat dengan karakter pemimpin yang diteorikan oleh para ahli Barat dan semuanya dipenuhi oleh Rasulullah. Beliau mengingatkan agar kita tidak memilih pemimpin sembarangan, tetapi lihat dulu kemampuannya. Apakah dia amanahfathonah (cerdas), tabligh (berani) dan shiddiq (jujur)? Juga beliau menjelaskan konsep AVIRA (adaptive, visioner, innovative, responsible, actuation) yang berdasarkan pada IQ, SQ, dan EQ yang merupakan fondasi pemimpin sukses. (bertanggung jawab),

Yang terakhir, Pak Fuad Nashori mengemukakan konsep yang cukup debatable mengenai Kepemimpinan dan Pemaafan. Pemaafan adalah kemampuan menghapus luka-luka atau hutang emosi dalam hati karena perbuatan orang lain. Pemimpin adalah orang yang memiliki wewenang untuk menjatuhkan hukuman, tetapi mampu memaafkan adalah kemampuan lain yang tidak boleh hilang dalam diri seorang pemimpin. Jika pemimpin dipenuhi amarah, mungkin karena pihak oposisi yang menunjukkan perilaku berseberangan, maka yang dapat terjadi adalah perilaku-perilaku destruktif yang akan menyebabkan lebih banyak orang lagi yang menderita. Membalas perilaku buruk orang lain dengan perilaku yang setimpal adalah hak orang yang dizhalimi. Tetapi, memaafkan dan berbuat baik pada orang tersebut adalah perbuaatan yang mulia di sisi Allah. Pemaafan adalah salah satu moral pemimpin.

Topik tentang kepemimpinan tepat sekali diangkat, berhubungan sebentar lagi Indonesia akan mengadakan Pemilu. Pemimpin adalah memiliki peran yang penting bagi keberadaan suatu negara. Pemimpin yang buruk akan membawa negara pada keterpurukan, maka dari itu kritislah dalam memilih pemimpin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar